31 Oktober 2008

Anomali Pentarifan Seluler

Menurut data dari Ditjen Postel (diluncurkan pada 9 Oktober 2008), jumlah pelanggan telekomunikasi Indonesia lebih dari 134 juta pelanggan yang terdiri atas 8,7 juta pelanggan jaringan tetap (kabel), 12,7juta pelanggan FWA (Telkom flexi, starone, esia, dan hepi) dan 113 juta pelanggan seluler. Seperti negara berkembang lainnya, komposisi prabayar dan pasca bayar dari pelanggan seluler dan FWA di Indonesia juga timpang, 96% (lebih dari 121m) adalah pelanggan prabayar dengan hanya kurang dari 4% adalah pasca bayar. Hal ini sangat berbeda dengan negara maju di mana komposisi ini terbalik, yaitu jumlah pelanggan pasca bayar jauh melampaui jumlah pelanggan prabayar. Alasan klasik mereka adalah mereka tidak ingin membayar segala sesuatu yang belum mereka gunakan. Ngomong-ngomong, apakah Anda pernah membandingkan skema pentarifan untuk kedua jenis pembayaran (prabayar dan pasca bayar) telekomunikasi selular di Indonesia? Mari kita ambil Telkomsel sebagai contoh. Jika kita melihat kepada harga dasar maka tarif paska bayar lebih rendah dari tarif prabayar (Rp 600/min Halo, Simpati Rp 1500/min & Kartu As Rp 900/min) untuk on-net lokal, off-net (Halo Rp750 / min, Simpati Rp 1600/min; Kartu As Rp 900/min). Hanya tarif SMS lebih tinggi dari prabayar (Halo Rp 150, 125 Rp Simpati, Kartu As Rp 88). Namun, jika kita menyelidiki tarif promo, maka tarif prabayar jauh lebih rendah dari tarif paska bayar. Tarif untuk prabayar hanya Rp 0.5/second atau Rp 30/min, jauh di bawah tarif untuk pasca bayar Rp 600/min). Hal yang serupa akan ditemukan pada operator selular lainnya seperti Indosat, dan XL. XL misalnya hanya meminta pelanggan prabayar untuk membayar Rp 1.000 untuk 60 menit, sementara pelanggan paskabayar harus membayar Rp 9/detik atau Rp 540/menit. Indosat menempatkan Rp 15/detik ke semua operator untuk pasca bayar dan Rp 1000/hari untuk pelanggan prabayar. Saya rasa, skema tarif ini adalah sebuah anomali jika kita menghitung biaya sistem prabayar. Panggilan prabayar memerlukan lebih banyak sumber daya. Misalnya, sebelum terhubung, sistem akan melakukan penegecekan jumlah dana pemakai, apakah itu masih memiliki cukup dana/pulsa untuk membuat panggilan. Pemeriksaan ini berlangsung terus-menerus selama melakukan percakapan. Setelah panggilan selesai, sistem akan melaporkan biaya dari panggilan untuk mengurangi kredit. Jadi perlu sebuah sistem yang realtime. Persyaratan ini berbeda dengan sistem pasca bayar. Semua pemeriksaan dapat ditunda sampai akhir bulan saat mengirimkan tagihan. Dalam pandangan keamanan, pengguna paskabayar memiliki identitas yang jelas karena ada validasi pada awal pendaftaran. Sementara pengguna prabayar yang mendaftar online dapat memasukkan data yang tidak valid. Jadi, mengapa operator tidak menawarkan insentif yang bagus untuk pasca bayar? Shall we jump to conclusion that operators are more beneficial by getting money earlier before their network is used? Akan kah kita melompat ke kesimpulan bahwa operator lebih diuntungkan dengan mendapatkan uang lebih dulu sebelum jaringan mereka digunakan? Dan jumlah ini yang lebih besar dari biaya membangun sistem prabayar?

0 komentar: