04 November 2008

Dijual: Operator CDMA

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia, pada tanggal 19 September dan 22 September 2008, PT Global Mediacom Tbk yang dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo telah melepas 22,79% saham PT Mobile-8 Telecom Tbk. Saat ini, saham perusahaan yang dimilikinya tinggal 28.21% dari sebelumnya 66,8%. Seperti diketahui Mobile-8 adalah salah satu operator CDMA di Indonesia.

Semenatra itu, sebulan yang lalu harian Bisnis Indonesia melaporkan bahwa tiga investors dari Timur Tengah menyatakan ketertarikannya kepada saham Bakrie Telecom termasuk di dalamnya QTel, yang belum lama ini membeli 40.8% saham di operator seluler terbesar kedua di Indonesia, PT Indosat.

Tambahan lagi, baik Telkom Flexi maupun Startone Indosat telah menurunkan ekspansinya.

Lho, apa sih yang sebernarnya terjadi?

Ada tiga kemungkinan penyebabnya yakni msalah keuangan internal perusahaan, efek buruk dari perang tarif atau masalah fleksibilitas teknis.

Dalam kasus Bakrie, beberapa waktu lalu pimpinan Bakrie Group mengatakan bahwa mereka akan menjual aset sejumlah anak perusahaan mereka termasuk di dalamnya Bakrie Telecom untuk mengumpulkan uang guna membayar hutang mereka sejumlah US$1.2 milliar yang akan jatuh tempo pada April 2009 nanti. Jadi kondisi keuang internal telah mengarahkannya mengambil langkah tersebut.

Bagaimana dengan kasus lainnya?

Apakah perang tarif telah memakan korban ataukah krisis ekonomi telah mempengaruhi bisnis ini?

Mobile-8 telah mengumumkan akan keluar dari perang tarif. Sebagai gantinya mereka akan menggantinya dengan memberikan value added services. Bagaimana dengan operator lain? Kita masih harus menunggu.

Semua orang di Indonesia tahu bahwa tarif berkomunikasi dengan handphone kini sangat murah. Makanya kualitas jaringan akan memegang peran yang sangat penting. Jika kualitas jaringan mereka jeblok, para pelanggan akan berpindah ke operator lain.

Kelihatannya hanya operator CDMA yang berdarah-darah. Operator GSM seperti Telkomsel, Indosat atau XL dan juga operator baru seperti Axis dan Three masih melakukan ekspansi jaringan. Mereka malah terus membangun.

Satu hal penting harus diingat bahwa tarif murah telah menggerus pendapatan operator.

Atau adakah keterbatasan spektrum frekuensi telah mengurangi fleksibilitas mereka. Seperti sebelumnya sudah ditulis pada Kompetisi CDMA dan GSM di Indonesia , semua operator CDMA mempunyai spektrum yang sangat terbatas (kurang lebih 5MHz bandwidth), sehingga mereka punya flesibilitas yang terbatas pula dalam membuat perancangan jaringan mereka yang berimbas akan tingginya biaya untuk ekspansi jaringan. Problem semacam ini tidak ditemukan pada operator GSM karena mereka sedikitnya mempunyai lebar pita 10MHz.

Jadi, apa dong alasan dibalik situasi ini? Sejauh ini kita tidak mengerti. Solusinya? Kami percaya bahwa pemindahtangan kepemilikan belum tentu menjadi solusi. Merger diantara operator CDMA perlu dipertimbangankan.

0 komentar: